Rabu, 19 Maret 2014

Demokrasi Terbajak (Kekuatan) Modal; Jalan Buntu Kesejahteraan Rakyat



 di dalam masa revolusilah tercapai puncak kekuatan moral, terlahir kecerdasan pikiran
dan teraih segenap kemampuan untuk mendirikan masyarakat baru
– Ibrahim Datuk Tan Malaka; Aksi Massa –

Saat ini kondisi dan situasi dunia politik sangat jauh dari substansi, yakni budaya transaksional antara calon legislatif dengan masyarakat saling penggalangan dukungan sudah mencapai titik yang memprihatinkan seakan satu-satunya cara yang jitu. Penilaian kami saat ini masyarakat diajak para Caleg beserta teamnya tidak lagi melihat figur maupun program kerja yang ditawarkan caleg, tetapi semata-mata bersikap transaksional. Ini membahayakan demokrasi kita, jika irama caleg kita dalam konfigurasi politik terus berlanjut yang menjadikan kekuatan uang sebagai penentu. Kalau ini tidak disikapi secara bersama, yang jadi nantinya adalah para legislatif yang terpilih akan berkhianat pada rakyat dan orientasinya hanya kepentingan sesaat, kepentingan pribadi dan golongan. 

Demokrasi sejatinya adalah jalan bagi sebuah bangsa untuk menjadi jawaban atas kegelisahan anak bangsa yang terjajah secara politik, ekonomi, pendidikan dan berkebudayaan dalam dekade-dekade kekuasaan silam. Gelombang reformasi yang digulirkan dari para pendahulu kita menjadi titik kritis kita untuk bergerak, mengawal dan mengembalikan khittah demokrasi hari ini. Betapa tidak, sistem demokrasi keterwakilan yang (katanya) adalah amanah dari rakyat justru melakukan tindakan-tindakan yang jauh dari amanat reformasi, amanat rakyat dan hanya memperkaya diri pribadi dan golongannya. Menjadi pertanyaan besar bagi agenda lima tahun sekali (Pemilihan Umum) apakah produktif melahirkan pemimpin/wakil rakyat yang peka terhadap nasib rakyat atau hanya menjadi ajang panen raya yang melahirkan para pembajak-pembajak demokrasi. Biaya politik yang mahal dan tidak mencerdaskan masyarakat adalah realitas politik yang terjadi hari ini!!!.Mari kita jaga ingatan kita atas kejahatan, pengkhianatan politik dan ekonomi yang telah mereka lakukan pada rakyat dan anak bangsanya sendiri!!!. Apakah pesta demokrasi lima tahunan yang makin mahal ini mampu menjadi jalan bagi kesejahteraan rakyat???!!!

Maka dari itu kami dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Ekskot Tarakan menyatakan sikap :
1. Mengecam segala bentuk politik transaksional (Money Politik) yang membodohi rakyat. 
2. Menuntut keseriusan kepada legislatif dan eksekutif yang masih diberikan amanah oleh rakyat untuk   tetap serius menyelesaikan masalah Krisis Listrik (PLN) di Kota Tarakan.
3. Laksanakan Pasal 33 UUD 1945 “Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat”

Dengan penuh kesadaran akan terjadinya perubahan yang lebih baik bagi Bangsa ini. Kami LMND Ekskot Tarakan dengan ini mengajak kepada seluruh Elemen Gerakan Kampus, Buruh, Buruh Tani dan kaum Miskin Kota untuk bersama-sama mengawal jalannya Demokrasi Hari ini.

Salam Pembebasan..Salam Perubahan...Tanah Tuhan Untuk Indonesia 

Komite Persiapan 
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
Eksekutif Kota Tarakan

Selasa, 04 Februari 2014

Pendidikan Dasar KP LMND EK TARAKAN


Dalam menghadapi situasi di wilayah Kalimantan Utara khususnya kota Tarakan yang begitu banyak gejolak Masalah Korupsi, Krisis Listrik, dan Kelangkaan BBM yang dihadapi masyarakat, maka Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi ( LMND ) Komite Persiapan Eksekutif Kota Tarakan berusaha menyadarkan mahasiswa melalui salah satu programnya yaitu mengadakan pendidikan bagi Anggota Baru guna mempertajam dan memperluas pola pikir mahasiswa agar lebih jelih melihat persoalan yang ada di Kota Tarakan Khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Pendidikan Dasar LMND Komite Persiapan Eksekutif Kota Tarakan ini dilaksanakan mulai dari tanggal 02 s/d 03 Januari 2014 dan bertempat di Gedung Tarakan Marennu (GTM) Lingkas Ujung Tarakan. Kegiatan kali ini merupakan sebuah sejarah baru bagi LMND Komite Persiapan Eksekutif Kota Tarakan pertama kali melaksanakan pendidikan dasar LMND itu sendiri. Hal ini diupayakan jumlah anggota baru yang mengikuti pendidikan dasar sebanyak 5 (lima) orang, walaupun demikian, semangat mereka tak akan surut untuk mengikuti pendidikan dasar LMND itu sendiri yang berasal dari Universitas Borneo Tarakan, STIMIK PPKIA dan STIE Bulungan Tarakan.

Kegiatan dimulai pada pukul 10.00 Wita. Koordinator LMND Komite Persiapan Eksekutif Kota Tarakan mengatakan (Aslan) “Semakin Banyaknya Persoalan Yang dialami Masyarakat Indonesia khususnya Kota Tarakan  maka mahasiswa sebagai pelopor perubahan harus benar-benar bersatu dan berjuang menyelesaikan persoalan itu sekarang juga; Kalau Bukan Kita ! Siapa Lagi, dan Kalau Bukan Sekarang ! Kapan Lagi. Sehingga Sebagai mahasiswa kita harus memiliki kepekaan terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya masyarakat karena sejarah bangsa ini adalah sejarahnya orang muda dan kita adalah orang muda mari kita belajar, bersatu, dan berjuang untuk wujudkan cita-cita bangsa ini. Selain itu pendidikan yang dilaksanakan ini merupakan kewajiban Organisasi kepada anggota yang belum mendapatkan pendidikan, jadi pendidikan bukanlah syarat bagi anggota untuk bergabung karena AD/ART kita mengatakan bahwa syarat menjadi anggota adalah Individu yang bersepakat dengan program perjuangan LMND dan bersedia melaksanakan program kerja yang ada.  Persoalan yang sekarang ada dimasyarakat Indonesia khususnya Kota Tarakan salah satunya yaitu belum adanya kesadaran dalam diri mengenai system penindasan yang terjadi di Indonesia saat ini, dan hampir sebagaian mahasiswa di Kota Tarakan saat ini belum sadar pula bahwa kita sedang ditindas melalui system baru yaitu Kapitalis, Imperialisme, Neoliberalisme dan Neokolonialisme, oleh karena melalui pendidikan ini diharapkan agar kawan-kawan anggota baru sadar dan mengetahui semua persoalan yang terjadi dan nantinya meneruskan informasi ini kepada kawan lainnya sehingga proses penyadaran terus berlanjut.
Pada pendidikan ini, system pendidikan dilakukan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar hasil kongres VI di Bogor yaitu materi pendidikan dasar anggota baru diantaranya; Sejarah dan Profil LMND, AD/ART LMND, Sejaran Gerakan Mahasiswa Indonesia, Sejarah Pendidikan Indonesia, kemudian materi Problematika Masyarakat Indonesia (Fasilitator: Kawan Aslan). Akhir dari kegiatan tersebut para peserta pendidikan diberikan tugas kerja yang sesuai dengan program perjuangan LMND dan diharapkan untuk bisa melanjutkan susunan kepengurusan struktur definitif.

Jumat, 06 Desember 2013

PERNYATAAN SIKAP



PERNYATAAN SIKAP

Peringatan Hari Anti Korupsi dan HAM Sedunia 2013

Setelah 15 tahun reformasi diperjuangkan oleh kaum muda, mahasiswa dan rakyat Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan tatanan demokrasi bagi rakyat yang mampu membuka jalan bagi terciptanya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi Rakyat Indonesia. Cita-cita tersebut merupakan buah kesadaran yang kembali tumbuh dari kediktatoran Orde Baru yang selama 32 tahun kekuasaannya hanya memberi kenikmatan dari program pinjaman atau hutang luar negeri kepada segelintir orang lingkaran kekuasaan Soeharto. Seperti diakui oleh almarhum Soemitro Djojohadikoesoemo (Seorang perintis ekonomi liberal di Indonesia dan bapak dari Prabowo Subianto) dan lembaga keuangan internasional, sekitar 30 persen dari total hutang luar negeri selama Orde Baru dikorupsi dan juga digunakan untuk pembelian senjata yang dipakai untuk menindas gerakan prodemokrasi.
Ketergantungan pemerintah terhadap utang itulah yang menyebabkan Indonesia kian terpuruk. Ini terjadi karena setiap perjanjian hutang luar negeri sejak Orde Baru hingga pemerintahan SBY-Boediono harus diikuti dengan berbagai privatisasi, liberalisasi perdagangan, pencabutan subsidi (pendidikan, kesehatan, pertanian dll), obral sumber daya alam. Tidak mengherankan jika sampai pada pemerintahan SBY saat ini setidaknya terdapat 72 perundang-undangan yang baru hasil reformasi yang merupakan pesanan dari pihak asing (terutama perusahaan-perusahaan AS dan Uni Eropa).
Alih-alih mampu menabalkan jati diri bangsa dan kemandiriannya, kini Bangsa Indonesia justru berada di bawah kendali asing. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI (Oktober, 2013), total utang pemerintah Indonesia hingga September 2013 mencapai Rp 2.273,76 triliun. Padahal nilai belanja APBN 2013 mencapai Rp 1.726,2 triliun. Artinya, jika disandingkan antara total anggaran belanja dan utang, maka negara ini sejatinya sudah bangkrut.
Belum lagi neokolonialisme di ranah sumber daya alam, yang akhirnya menciptakan rakyat Indonesia bagaikan kuli di negeri sendiri. Kekayaan alam Indonesia yang begitu berlimpah, tak bisa dinikmati rakyatnya karena dihisap dan dicecap oleh kekuatan asing. Pihak asing tak hanya menekan dan mengendalikan pemerintah melalui ketergantungan utang luar negeri, melainkan juga menyusupkan mental-mental korupsi pada anak bangsa. Para pejabatnya rela menjadi antek asing dengan mengorbankan nasib rakyat kecil. Berdasarkan catatan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), tahun 2011 setidaknya ada 62 orang meninggal, 376 orang luka parah, 173 orang masuk bui karena berupaya mempertahankan dan menuntut hak untuk tanah dankehidupannya. Selain itu, ratusan ribu orang kehilangan tanah dan wilayah kelola hidupnya karena dirampas saat masuknya industri pertambangan. Trend kekerasan ini terus berlanjut hingga tahun 2012. Terbukti, selama periode Mei sd Desember 2012 saja tercatat 13 kasus penolakan warga dan berakhir dengan bentrokan. Setiap kasus menjelaskan secara gamblang bahwa negara hadir justru sebagai pelaku kekerasan (melalui aparat Polisi/TNI) dan masyarakat selalu menjadi korban. Aset bangsa, kekayaan alam, dan juga harga diri sebagai manusia merdeka telah digadaikan demi secuil loyang.
Akibat dari itu semua, korupsi kian merajalela. Dari survei yang dilakukan transparency.org (2013), sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat 10 besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup di dunia. Indonesia masuk peringkat kelima negara terkorup sedunia setelah Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, dan Kamerun. Setelah Indonesia, berturut-turut Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Rusia. Namun jika diklasifikasikan di tingkat Asia Pasifik, Indonesia masuk negara paling korup. Setelah Indonesia menyusul Kamboja, Vietnam, Filipina, dan India.
Hasil survei tersebut tentu saja sangat memprihatinkan. Apalagi dalam berbagai kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu menekankan aparatnya untuk serius memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi, justru kini lingkaran kekuasaannya diliputi awan tebal korupsi, mulai cari Century, Hambalang, SKK Migas, Impor Sapi, dll. Akhir-akhir ini bahkan tidak sedikit dari mereka yang telah ditangkap (juga saksi-saksinya) oleh KPK menyebutkan keterlibatan langsung dari Wapres Boediono dalam Century, Ibas dalam SKK Migas, juga Bu Pur atau Bunda Putri dalam impor sapi dan Hambalang.
Betapa menyedihkannya bangsa ini manakala bukan hanya pejabat eksekutif dan legislatif yang melakukan korupsi, melainkan juga hakim Mahkamah Konstitusi, benteng terakhir keadilan di Indonesia.
Sejak 15 tahun yang lalu itu, kita juga telah mengalami pergantian kepemimpinan nasional dengan 5 orang presiden dan 3 pemilu. Tapi apa yang kita sebagai mayoritas rakyat Indonesia, kesejahteraan tak kunjung terwujud dan alat politik perjuangan rakyat berupa partai politik yang berdiri sebagai buah perjuangan demokrasi pada 1998 makin merajalela dalam merampok uang rakyat yang dikelola oleh negara.  
Sebagai sebuah bangsa yang lahir dari rahim perjuangan revolusi fisik 68 tahun silam, Indonesia sudah semestinya mampu berdikari, berdiri di atas kaki sendiri. Ya, istilah Bung Karno, Presiden RI pertama itu sepertinya masih sangat cocok untuk dijadikan pegangan di saat Indonesia memasuki abad mutakhir ini.
Oleh karena itu, kami ebagai anak bangsa yang tumbuh dan berkembang di negeri kaya raya ini, tidak rela jika ke depan kita terus dipimpin oleh para perampok pajak, perampok sumber daya alam, pelayan kepentingan perusahaan-perusahaan tamabang dan migas asing juga para penjahat HAM.
Untuk itu, menjelang peringatan Hari Anti Korupsi Se Dunia, Hari Hak Asasi Manusia se Dunia pada akhir tahun ini, kami mengajak kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk bersama-sama menyuarakan :
1.      Cabut Seluruh UU pesanan Asing (UU Migas 22/2001, UU Penanaman Modal 25/2007, UU Perguruan Tinggi 12/2012, UU Ormas 17/2013 dll,)
2.      Tangkap, Adili Para Koruptor mulai dari Istana SBY-Boediono dan berlakukan UU Tindak Pencucian Uang terhadap para Koruptor serta Harta Korupsinya untuk kesejahteraan Rakyat,
3.      Tangkap dan Adili Pelaku Kekerasan dan Pelanggaran HAM berat
4.      Segera melakukan Ratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa
5.      Jangan Pilih Calon Legislatif dan Calon Presiden yang Korup, Anti Demokrasi, Pelanggar HAM.

Salam Pembebesan!

“Nasionalisasi Industri Tambang dan Minyak Gas Asing untuk Pendidikan Gratis, Lapangan Kerja dan Upah Layak Nasional”

Senin, 17 Juni 2013

MEMBANGUN GARIS GERAKAN MASSA

Aktivis gerakan harus membuat suatu garis pemikiran tentang masyarakat Indonesia. Dalam pandangan ini, masyarakat Indonesia adalah masyarakat jajahan model baru (Neokolonialisme- imperialisme) dan sisa-sisa feodalisme. Garis pandangan tentang masyarakat Indonesia ini berasal dari kondisi obyektif masyarakat Indonesia saat ini bahwa Indonesia masih tetap sebagai sumber buruh dan bahan baku yang murah, Indonesia masih tetap dijadikan pasar dari produksi negeri-negeri imperialis, dan Rakyatnya dijadikan serdadu-serdadu untuk kepentingan Nekolim.
Garis pandangan dan garis gerakan harus selaras dengan kepentingan massa Rakyat. Kita harus membuktikan kebenaran garis pandangan ini dengan terjun ditengah-tengah massa dan menyatu dengan mereka. Tanggungjawab kita untuk mempelajari dan mempraktekan Garis Massa. Inilah prinsip kita didasarkan pada kenyataan bahwa massa dan hanya massa yang dapat membuat sejarah Dengan kekuatannya, setiap kekuatan yang merintangi kemajuan masyarakat dapat disingkirkan. Itulah sebabnya kita mengata­kan bahwa massa adalah pahlawan sesungguhnya. Keberhasilan setiap tujuan tergantung atas dukungan dan partisipasi massa. Maka, demi keberhasilan perubahan perlu bagi kita bersandar dan percaya kepada massa.
Pandangan tentang masyarakat Indonesia adalah masalah kepentingan massa luas yang langsung mengenai dirinya yang tidak harus kita abaikan dan pandang remeh. Begitu juga dengan masalah penghidupan massa. Dengan menyandarkan diri kepada massa, barulah tujuan kita dapat tercapai yaitu perubahan fundamentil nasib Rakyat, dari hidup miskin menjadi hidup layak, dan dari "serba salah" menjadi "serba benar".
Kader gerakan harus mengolah diri dalam usaha menggerakan massa dengan sabar dan tekun di tengah-tengah massa, dengan rendah hati bergaul dengan massa. Dengan cara ini, kita bisa mencegah sikap dominasi dan menghindari terpisahnya diri kita dari massa. Dengan sabar membangkitkan, mengorganisir, dan menggerakkan massa. Kita bisa membuat mereka membentuk dan menunjukan kekuatan mereka dalam perubahan revolusioner. Inilah satu-satunya cara. Tidak ada cara lain untuk merebut kebebasan dan demokrasi.
Kita harus mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk mengabdi kepada Rakyat. Kita harus mengadakan hubungan-hubungan yang luas dengan massa buruh, tani dan semua Rakyat revolusioner lainnya serta terus menerus mencurahkan perhatiannya untuk memperkuat dan meluaskan hubungan-hubungan ini. Tiap anggota dan kader gerakan harus mengerti, bahwa kepentingan mereka adalah sama dengan kepentingan-kepentingan Rakyat, dan bahwa tanggungjawab terhadap organisasi adalah sama dengan tanggungjawab kepada Rakyat.
Menurut pandangan saya bahwa massa dibagi tiga, yaitu sebagian yang kecil merupakan elemen maju, yang paling aktif. Sebagian lagi merupakan elemen tengah, yang berdiri di antara aktif dan pasif, sedang bagian yang terbesar terdiri dari elemen yang pasif. Jika dalam suatu persoalan yang dihadapi oleh massa itu, elemen yang pertama saja, atau elemen pertama dan yang kedua saja yang bergerak, itu berarti bahwa bagian terbesar daripada massa belum bergerak, dan tidak akan banyak hasilnya.
Oleh sebab itu harus diusahakan supaya massa yang paling belakang itu, yaitu yang merupakan bagian yang terbesar turut bergerak. Jadi melaksanakan garis massa berarti, membantu elemen-elemen yang maju supaya bisa berangsur-angsur melahirkan pemimpin-pemimpin, mendorong elemen tengah hingga menjadi maju, dan selanjutnya mempertinggi kesadaran elemen ketiga atau yang terbelakang hingga melepaskan pasivitasnya dan turut bergerak.
Inilah metode kerja kita, “Dari Massa Untuk Massa” yang bersandarkan pada pengetahuan dan kecerdasan massa. Partisipasi dan sumbangan pengalaman dan pengetahuan mereka maka tujuan kita bisa tercapai.

Salam Oposisi