PERNYATAAN SIKAP
Peringatan
Hari Anti Korupsi dan HAM Sedunia 2013
Setelah
15 tahun reformasi diperjuangkan oleh kaum muda, mahasiswa dan rakyat Indonesia
dengan tujuan untuk mewujudkan tatanan demokrasi bagi rakyat yang mampu membuka
jalan bagi terciptanya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi Rakyat Indonesia.
Cita-cita tersebut merupakan buah kesadaran yang kembali tumbuh dari
kediktatoran Orde Baru yang selama 32 tahun kekuasaannya hanya memberi
kenikmatan dari program pinjaman atau hutang luar negeri kepada segelintir
orang lingkaran kekuasaan Soeharto. Seperti diakui oleh almarhum Soemitro
Djojohadikoesoemo (Seorang perintis ekonomi liberal di Indonesia dan bapak dari
Prabowo Subianto) dan lembaga keuangan internasional, sekitar 30 persen dari
total hutang luar negeri selama Orde Baru dikorupsi dan juga digunakan untuk
pembelian senjata yang dipakai untuk menindas gerakan prodemokrasi.
Ketergantungan
pemerintah terhadap utang itulah yang menyebabkan Indonesia kian terpuruk. Ini
terjadi karena setiap perjanjian hutang luar negeri sejak Orde Baru hingga
pemerintahan SBY-Boediono harus diikuti dengan berbagai privatisasi,
liberalisasi perdagangan, pencabutan subsidi (pendidikan, kesehatan, pertanian
dll), obral sumber daya alam. Tidak mengherankan jika sampai pada pemerintahan
SBY saat ini setidaknya terdapat 72 perundang-undangan yang baru hasil
reformasi yang merupakan pesanan dari pihak asing (terutama
perusahaan-perusahaan AS dan Uni Eropa).
Alih-alih
mampu menabalkan jati diri bangsa dan kemandiriannya, kini Bangsa Indonesia
justru berada di bawah kendali asing. Menurut data dari Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI (Oktober, 2013), total utang
pemerintah Indonesia hingga September 2013 mencapai Rp 2.273,76 triliun.
Padahal nilai belanja APBN 2013 mencapai Rp 1.726,2 triliun. Artinya, jika
disandingkan antara total anggaran belanja dan utang, maka negara ini sejatinya
sudah bangkrut.
Belum
lagi neokolonialisme di ranah sumber daya alam, yang akhirnya menciptakan
rakyat Indonesia bagaikan kuli di negeri sendiri. Kekayaan alam Indonesia yang
begitu berlimpah, tak bisa dinikmati rakyatnya karena dihisap dan dicecap oleh
kekuatan asing. Pihak asing tak hanya menekan dan mengendalikan pemerintah
melalui ketergantungan utang luar negeri, melainkan juga menyusupkan
mental-mental korupsi pada anak bangsa. Para pejabatnya rela menjadi antek
asing dengan mengorbankan nasib rakyat kecil. Berdasarkan catatan dari Jaringan
Advokasi Tambang (JATAM), tahun 2011 setidaknya ada 62 orang meninggal, 376
orang luka parah, 173 orang masuk bui karena berupaya mempertahankan dan
menuntut hak untuk tanah dankehidupannya. Selain itu, ratusan ribu orang
kehilangan tanah dan wilayah kelola hidupnya karena dirampas saat masuknya
industri pertambangan. Trend kekerasan ini terus berlanjut hingga tahun 2012.
Terbukti, selama periode Mei sd Desember 2012 saja tercatat 13 kasus penolakan
warga dan berakhir dengan bentrokan. Setiap kasus menjelaskan secara gamblang
bahwa negara hadir justru sebagai pelaku kekerasan (melalui aparat Polisi/TNI)
dan masyarakat selalu menjadi korban. Aset bangsa, kekayaan alam, dan juga
harga diri sebagai manusia merdeka telah digadaikan demi secuil loyang.
Akibat
dari itu semua, korupsi kian merajalela. Dari survei yang dilakukan
transparency.org (2013), sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat 10
besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup di dunia. Indonesia masuk
peringkat kelima negara terkorup sedunia setelah Azerbaijan, Bangladesh,
Bolivia, dan Kamerun. Setelah Indonesia, berturut-turut Irak, Kenya, Nigeria,
Pakistan, dan Rusia. Namun jika diklasifikasikan di tingkat Asia Pasifik,
Indonesia masuk negara paling korup. Setelah Indonesia menyusul Kamboja, Vietnam,
Filipina, dan India.
Hasil
survei tersebut tentu saja sangat memprihatinkan. Apalagi dalam berbagai
kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu menekankan aparatnya untuk
serius memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi, justru kini lingkaran
kekuasaannya diliputi awan tebal korupsi, mulai cari Century, Hambalang, SKK
Migas, Impor Sapi, dll. Akhir-akhir ini bahkan tidak sedikit dari mereka yang
telah ditangkap (juga saksi-saksinya) oleh KPK menyebutkan keterlibatan
langsung dari Wapres Boediono dalam Century, Ibas dalam SKK Migas, juga Bu Pur
atau Bunda Putri dalam impor sapi dan Hambalang.
Betapa
menyedihkannya bangsa ini manakala bukan hanya pejabat eksekutif dan legislatif
yang melakukan korupsi, melainkan juga hakim Mahkamah Konstitusi, benteng
terakhir keadilan di Indonesia.
Sejak
15 tahun yang lalu itu, kita juga telah mengalami pergantian kepemimpinan
nasional dengan 5 orang presiden dan 3 pemilu. Tapi apa yang kita sebagai
mayoritas rakyat Indonesia, kesejahteraan tak kunjung terwujud dan alat politik
perjuangan rakyat berupa partai politik yang berdiri sebagai buah perjuangan
demokrasi pada 1998 makin merajalela dalam merampok uang rakyat yang dikelola
oleh negara.
Sebagai
sebuah bangsa yang lahir dari rahim perjuangan revolusi fisik 68 tahun silam,
Indonesia sudah semestinya mampu berdikari, berdiri di atas kaki sendiri. Ya,
istilah Bung Karno, Presiden RI pertama itu sepertinya masih sangat cocok untuk
dijadikan pegangan di saat Indonesia memasuki abad mutakhir ini.
Oleh
karena itu, kami ebagai anak bangsa yang tumbuh dan berkembang di negeri kaya
raya ini, tidak rela jika ke depan kita terus dipimpin oleh para perampok
pajak, perampok sumber daya alam, pelayan kepentingan perusahaan-perusahaan
tamabang dan migas asing juga para penjahat HAM.
Untuk
itu, menjelang peringatan Hari Anti Korupsi Se Dunia, Hari Hak Asasi Manusia se
Dunia pada akhir tahun ini, kami mengajak kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk
bersama-sama menyuarakan :
1.
Cabut
Seluruh UU pesanan Asing (UU Migas 22/2001, UU Penanaman Modal 25/2007, UU
Perguruan Tinggi 12/2012, UU Ormas 17/2013 dll,)
2.
Tangkap,
Adili Para Koruptor mulai dari Istana SBY-Boediono dan berlakukan UU Tindak
Pencucian Uang terhadap para Koruptor serta Harta Korupsinya untuk
kesejahteraan Rakyat,
3.
Tangkap
dan Adili Pelaku Kekerasan dan Pelanggaran HAM berat
4.
Segera
melakukan Ratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari
Penghilangan Paksa
5.
Jangan
Pilih Calon Legislatif dan Calon Presiden yang Korup, Anti Demokrasi, Pelanggar
HAM.
Salam
Pembebesan!
“Nasionalisasi Industri Tambang
dan Minyak Gas Asing untuk Pendidikan Gratis, Lapangan Kerja dan Upah Layak
Nasional”